Pengetahuan dan keterampilan BLS penting diajarkan tentang teknik dasar penyelama tan korban henti jantung dan henti nafas. Basic Life Support (BLS) merupakan sekumpulan tin dakan yang bertujuan untuk mengambalikan dan mempertahankan fungsi vital organ pada he nti jantung dan henti nafas. Tindakan penentu dalam bantuan hidup dasar yakni tindakan Resu sitasi Jantung Paru (RJP) untuk mempertahankan kelangsungan hidup korban henti nafas ata upun henti jantung (AHA, 2015). Penanganan dalam memberikan Bantuan Hidup Dasar untuk menyelamatkan penderita dalam kondisi yang mengancam nyawa, terdiri atas beberapa tahap an penanganan. Pertama seorang penolong harus mengetahui tandatanda henti jantung dan henti nafas, setelah itu segera mengaktifkan sistem respon kegawatdaruratan, segera melaku kan resusitasi jantung paru dan segera melakukan defibrilasi dengan menggunakan AED (Aut omated External Defibrilator).
Kondisi kegawatdaruratan yang mengakibatkan henti jantung dan irama jantung, akan berdampak pada gangguan/ kerusakan fungsi jantung dalam mensuplai darah yang mengang kut nutrisi dan oksigen, sehingga akan berdampak hipoksia pada jaringan, khususnya otak. Jik a selama 4 menit, otak tidak mendapatkan suplai darah yang cukup maka akan mulai terjadi ke rusakan otak, dan jika selama 10 menit tidak mendapatkan suplai darah yang cukup makan ak an terjadi kematian jaringan pada otak.
Di negara eropa, salah satu kasus yang menyebabkan kematian adalah henti jantung d engan jumlah kasus sekitar 700.000 kasus setiap tahunnya. Sementara itu, di Amerika Serikat sejumlah 330.000 kasus dengan henti jantung meninggal secara mendadak (Ngiraung dkk, 20 17). Kasus henti jantung di Indonesia sendiri kepastian data belum diketahui secara jelas men genai jumlah pravelensi kasus henti jantung, namun diperkirakan sekitar 10.000 warga per tah un atau kurang lebih 30 orang per hari mengalami henti jantung. Kematian yang disebabkan ol eh penyakit jantung koroner dan stroke sehingga mengalami henti jantung diperkirakan akan t erus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (Depkes, 2019)
Menghadapi kondisi kegawatdaruratan seperti saat terjadinya henti jantung ataupun h enti nafas, menuntut individu atau kelompok yang menemukan korban untuk memberikan pert olongan segera. Akan tetapi, jika penolong tidak mengetahui cara yang baik dan benar dalam memberikan bantuan hidup dasar maka bisa berakibat fatal pada korban. Sebab, setiap kali ke jadian kegawat daruratan, petugas kesehatan sering kali datang terlambat ke lokasi sehingga menyebabkan korban meninggal tanpa adanya tindakan pertolongan pertama. Berdasarkan la tar belakang tersebut, RSO Soeharso didukung dengan SDM dan fasilitas sarana pelatihan ya ng lengkap, akan memberikan kontribusi memberikan workshop Basic Life Support For Health care Providers
Diklat Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta